Pages

Sabtu, 16 Januari 2016

cerpen persahabatan

Persahabatanku yang kandas

Cerpen Karangan: 
Lolos moderasi pada: 16 January 2016

Pagi itu semua terasa sunyi, aku melangakahkan kakiku perlahan dengan harapan semoga pagi nanti aku bisa bertemu denganmu Meilani. Aku tak sabar ingin segera berjumpa, pagi demi pagi telah aku lewati aku tak sabar ingin segera pulang. Jujur saja aku tak dapat menemukan sahabat sepertimu, yang baik, perhatian, penyayang, penyabar, dan suka mengalah untuk jadi pemenang meski di mata orang lain kamu pengecut, tapi tidak di mataku. Meskipun ada kekurangan di dirimu yang aku rasa kekuranganmu itu bisa membuat hidupmu kurang terarah dan jauh dari Allah, tapi aku sadar itulah kamu, dengan kekuranganmu.Aku sangat mengerti jika kamu memang tak lagi dapat bercerita padaku karena “jarak” yang cukup jauh yang menghalangi kita untuk dapat bertatap muka. Jika memang iya ada waktu pun, sepertinya tidak memungkinkan untuk kita bisa bertemu karena sesuatu hal. Oke aku akan mencoba dan bersabar untuk menunggu sampai suatu saat aku dapat jawabannya. Apa yang sebenarnya terjadi padamu? Ya untuk saat ini mungkin aku hanya bisa menyalahkan “jarak dan waktu” yang sebenarnya itu bukan alasan utama atas renggangnya persahabatan kita.
“Tid.. Tid..” suara klakson mobil bus berbunyi, itu mobilku. Mobil yang bisa membawaku pergi dari sini menuju halaman rumahku di bogor, aku segera naik bus itu.
Di setiap perjalanan tak henti-hentinya aku mengingatmu. Mengingat persahabatan kita yang indah hingga menyedihkan. Tapi aku sangat menikmatinya, bahkan saat ini aku merindukannya, dan entah kenapa aku ingin kembali melakukan hal-hal konyol itu. Tentunya bersamamu Meilani, tidak dengan yang lain, aku sungguh merindukanmu. Setibanya di kampung halamanku, aku segera mencari kendaraan umum untuk menuju rumahku. Aku melihat kanan-kiri, kini tempat ini sudah berubah padahal aku pergi tidak lama hanya 2 bulan aku pergi ke Jakarta.
Tapi perubahan nampak di sepanjang jalan menuju rumahku. Mungkin itu akan menjadi hal yang sama pada dirimu pikirku dalam hati. Akhirnya aku sampai di depan rumah, aku segera masuk menemui mamah juga nenek, selain sahabat yang aku rindukan aku teramat sangat merindukan mamah orang yang melahirkanku ke dunia ini.
“Assalamualaikum?”
“Waalaikum’salam.”
“Mamah sehat? Nek sehat?”
“Alhamdulillah, nin gimana? Sekarang terasa berubah, kurusan sekarang?”
“hah.. benarkah, emm mungakin iyah Mah,” jawabku sambil tersenyum.
Tak lama kemudian aku istirahat dan di kamar ini aku sering menghabiskan waktuku bersama Meilani saat dia main ke rumahku. Aku pun segera mengabarinya, bahwa aku ada di rumah, karena satu minggu sebelum aku pulang kita sempat berkomunikasi lewat sms bahwa saat aku pulang ke rumahku dia akan menemuiku. Aku pun memberikan kabar lewat pesan singkat -sms. “Meilani? Aku ada di rumah?”
Satu jam berlalu aku masih menunggu jawaban darinya namun tak juga ada balasan, hingga akhirnya aku meninggalkan handphone-ku di kamar, dan pergi menemui mamah di dapur. Aku pun berbincang-bincang dengan mamah, berbincang hal biasa layaknya anak dan ibu yang cukup lama tak berjumpa. Satu hari berlalu, dalam diamku aku teringat kembali pada Meilani, aku pun segera melihat hp dengan harapan ada balasan dari Meilani. Sedang apa dia? tidak sempatkah dia membalas pesan dariku hanya 5 menit saja. Aku mencoba berpikir positif saja dan mencoba menghubunginya lagi lewat pesan singkat.
“kapan kita bisa bertemu?” Lagi-lagi dia tidak membalasnya.
Aku pun pergi bertemu saudaraku, dengan berharap semoga nanti di saat dia membuka pesan dariku dia langsung membalasnya. Hingga aku pulang dari rumah saudaraku, saat aku membuka handphone, masih tidak ada pesan dari dia. Aku sungguh kecewa, tapi mungkin saja dia tidak punya pulsa. Akhirnya aku memutuskan untuk meneleponnya meski kita memakai kartu yang berbeda tak apalah, demi sahabat aku akan melakukan apa pun, ya dan berharap dia bisa menjawab panggilan dariku.
“Tut..tutt”
“halo?” Aku pun senang bisa mendengar suaranya, suara yang tak asing lagi di telingaku.
“hem.. aku ada di rumah? Kapan kita bisa ketemu?”
“heh.. oh yah? Kapan pulang?”
“Kemarin sore, kapan bisa ketemu?”
“Nin maaf kayaknya gak bisa deh,” dengan suara pelan dan sedikit tertawa dia menyampaikan hal itu padaku.
Aku terdiam, sungguh sangat kecewa. “ohh.. seperti itu yah”
Tak lama kemudian kita mengakhiri pembicaraan dan memutuskan sambungan telepon. Aku terdiam tanpa kata dan masa laluku pun teringat kembali. Iya aku tahu dia sahabatku, dengan satu hal kekurangannya ini. Aku dan dia sempat mengalami masa-masa sulit kita sempat bertatap muka tapi tak satu kata pun yang terucap dalam sehari-harinya. Persahabatan kita rusak dan hah.. banyak hal yang tak dapat aku lupakan tentang semua itu. Hanya aku dan Allah yang tahu.
Dan kini rasa itu kembali rasa kecewa yang mendalam aku tahu ada sesuatu yang kamu sembunyikan dariku, entah apa itu, tapi aku hanya bisa berdoa semoga semua akan baik-baik saja. Hingga pada waktunya tiba aku akan tahu ada apa denganmu? Aku hanya bisa berdoa pada sang pencipta. Lindungilah dia sahabatku, jaga dia selalu di sisimu dekatkan dia denganmu dan aku mohon ya Allah beri dia jalan kebenaran, jalan yang lurus untuk menuju ridho darimu. Persahabatan itu kini kandas, kandas dalam artian aku tak dapat lagi bersahabat dengannya seperti dulu. Ya, karena jarak dan waktu.
Cerpen Karangan: Nida Nurholis
Facebook: History Nida/ Nida Nurholis
Cianjur. Mahasiswi.

0 komentar:

Posting Komentar